Sakanti Samasta

Sakanti Samasta
oleh Adinia Wirasti

 

Seperti Dewi Drupadi, ia lahir dengan perbawa Api. Ia bernama SAKANTI, putri pewaris tahta Kerajaan Salakagiri. Walau saat bulan mati, kelahiran Sakanti menerangi gelap malam Kerajaan Salakagiri yang berlimpah perak. Kehadiran Sakanti menggantikan ibunya, Ratu yang sangat dicintai Rajanya dan rakyatnya yang sejahtera. Tujuh hari penuh selepas kepulangan Sang Ratu, Kerajaan Salakagiri menutup seluruh tanahnya dengan bunga melati dan harumnya yang tidak berkesudahan. Kelahiran Sakanti menjadi meditasi masal rakyat Salakagiri, mengirim doa untuk mengantar Ratu yang pergi dan menyambut Putri yang baru saja tiba.



Sang Raja terus memimpin dengan bijaksana, Putri Sakanti tumbuh dewasa menjadi perempuan mandiri, berani, dan punya rasa keingintahuan yang tinggi. Sakanti sering menantang Ayahnya dengan gagasan – gagasan baru, Sang Raja sering kali hanya bisa menghela nafas ketika kalah berdebat dengan anak satu-satunya yang sangat ia cintai. Sakanti melajang sampai cukup dewasa, ia lebih senang memendam wajah rupawannya di balik lontar-lontar kuno di ruang pustaka ayahnya daripada sibuk bersolek mempercantik diri untuk mencari suami. Dan benar saja, Sang Raja berkata akan mengadakan sayembara untuk memilih calon suami Putri Sakanti. “Pelamar-pelamar itu kemari untuk memperlihatkan kemampuannya untuk melanjutkan kejayaan kerajaan kita, Rama. Bukan untuk hatiku.”, celetuk Sakanti pada ayahnya. “Ini bukan soal kejayaan kerajaan kita, Nduk. Rama hanya mau kamu punya teman hidup untuk berdebat kusir.” kata ayahnya sambil tersenyum. Putri Sakanti akhirnya luluh dan mengiyakan sayembara untuk mencarikan teman hidup dengan syarat ia mau memilih sendiri siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. “Siapa yang bisa memberi saya Api saat bulan mati dan memberi wangi melati saat mendung memutuskan untuk bertemu Bumi, ia yang akan saya pertimbangkan untuk menjadi suami.”

 

Sayembara digelar, pangeran-pangeran gagah memamerkan keistimewaannya, beradu aji, berlomba hasta karya dan harta untuk dapat menjadi pendamping hidup Putri Sakanti. Di antara mereka datanglah tiga pelamar dari negeri sebrang.

 

Yang pertama bernama QIAN, datang dengan seekor burung Phoenix bertengger tenang di bahunya. Air wajahnya tenang namun bergaris tegas, ia memakai jubah merah menjuntai panjang, tatapannya halus, hangat dan menerangi seperti terang bulan. Ia datang membawa berbagai ilmu kesehatan, filsafat dan ilmu keseimbangan, bahwa yang terang tidak akan mengungkap apa yang tidak jelas tanpa gelap dan yang gelap tidak akan menyembunyikan yang sudah terungkap tanpa terang. Dua unsur keberadaaan yang berlawanan namun saling melengkapi. Cahaya yang bergerak naik berpadu dalam kegelapan yang bergerak turun. Meski bertentangan mereka selalu mencari keseimbangan, masing-masing mengandung unsur dari yang lainnya.

 

SAGA, seorang pangeran berkulit terang dari negeri sebrang pula. Berperawakan tegap, wajahnya elok, hadirnya didahului semerbak wangi kayu cendana dan bunga Gardenia. Ia hadir dengan berlimpah buketan kembang segala rupa dari segala musim dan seekor rusa berbulu putih. Saga datang membawa berbagai cerita; dari cerita – cerita para Dewa beristana batu marmer, seorang anak perempuan berjubah merah yang sedang mencari jalan pulang melewati hutan labirin, sampai tentang Ia yang namanya pantang disebut karena membawa petaka. Dari pustakanya yang tak kunjung habis, maka pelajaran yang ia dapat dari bayang-bayang manusia di dalam cerita-cerita ini juga tidak berujung. Cerita mempunyai sifat seperti angin, dapat menembus segala tembok melewati celah sekecil apapun, diceritakan tanpa tenaga hanya akan menjadi bisikan, diucap terlampau lantang bisa menjadi ancaman. Harus dengan bijak sejak dalam hati disampaikan, dilantunkan dengan irama atau ditulis dengan kesadaran penuh.

 

Yang terakhir, KAI, kedatangannya sangat halus, langkah kakinya sepi, mengalir. Jejak langkahnya merebak ratusan kupu-kupu rupa warna dan kelopak bunga sakura dari balik jubah panjangnya. Kai menawarkan gagasannya berguru pada air. Kemampuan untuk menyesuaikan diri, bahwa air akan selalu dengan jujur mentransformasi dirinya sesuai dengan wadahnya. Air akan memberi kehidupan ketika ditakar dengan ulet, jika terlalu banyak akan juga mematikan. Tertampung wadah Bumi menjadi Samudra. Hilir bagi segala sungai, dengan bijaksana mengolah yang kotor dan yang bersih menjadi tempat tinggal seisi Samudra.

 

Semesta Putri Sakanti kini terbuka menjadi lebih luas. Ia harus mempertimbangkan dengan bijak, mempelajari mereka yang sudah mengemukakan kekuatan-kekuatan dari luar; yang baik maupun yang jahat dan dampaknya di dalam kerajaan serta masyarakat. Mereka yang muncul harus dicermati, yang nantinya akan diakrabi, dihadapi, diterima atau ditolak.



See the collection clik here.

Menu

Settings

Click for more products.
No produts were found.

Create a free account to use wishlists.

Sign in